Helo,
Kemaren heboh artis korea bunuh diri. Gak ada hujatan, gak ada haters, tetiba dia tewas. Why? Depresi. Surat wasiat menggambarkan demikian. Namun, ternyata, teman-temannya yang lain juga mengamini isi surat wasiat tersebut, dalam artian artis lainpun mengalami depresi yang sama namun masih bertahan untuk tidak bunuh diri. Wow.
Jadi artis itu memang love-hate profesi sih. Love ketika banyak yang merhatiin, hate ketika jadi susah mau ngapa-ngapain dan kemana-mana selalu jadi perhatian.
Kembali ke dunia rakyat sipil biasa,
Jadi, menurut saya setres bisa dialami setiap orang, bahkan setiap manusia punya fase-fase tertentu saat mengalami setres. Saya pernah mengalami hal ini. Namun, kita sebagai orang indonesia, sering menyebutnya dengan kata 'galau'.
Sendirian. Sendirian itu mengerikan. Menurut saya ya.
Semasa remaja SMP mungkin adalah masa saya mengalami galau pertama kali. Galau dalam artian saya tak mengerti apa tujuan hidup sesungguhnya. Tapi mungkin ini wajar, anak seumuran segitu memang belum paham tentang hal tersebut. Saat itu saya begitu abu-abu melihat berbagai hal. Saat lulus SMP pun saya merasa 'terserah' mau masuk SMA mana, karena saya tak tahu cita-cita saya sesungguhnya apa, dunia kerja nantinya seperti apa. Hidup seperti mengalir begitu saja.
Sering sendirian di rumah membuat saya gemar mendengar lagu-lagu bertema sendu yang membuat semua menjadi melankolis. Sering menangis sendiri tanpa sebab dan kesal terhadap sesuatu yang remeh temeh. Pernah saya bercerita tentang ini pada seorang teman. Ia menjawab 'Yah, emang begitu kalau belum kenal Tarbiyah'
Oh, ya, mungkin juga karena belum dapat hidayah. Saat SMP sholat masih belang bentong, puasa pun hoax belaka. Dan ini ternyata sangat mempengaruhi keadaan emosi jiwa saya.
Memasuki SMA saya mulai lebih mengenal islam dan berjilbab. Mulai banyak kegiatan dan banyak berteman. Galau terasa sedikit berlalu saat itu.
Memasuki masa kuliah, galau itu kembali datang. Karena jauh dari keluarga dan teman-teman yang sangat bervariasi. Galau yang saya alami juga membuat saya sering menangis sendiri, bedanya kali ini menangis di atas sajadah, galau kepada Allah. Sering menangis tak tahu sebab. Saat itu saya pikir mungkin mata saya memang sedang bersih-bersih :)
Saya juga sering berjalan-jalan sendiri, entah ke mall atau toko buku. Menghabiskan waktu sendirian. Bahkan makan di restoran juga sendirian.
Saya sangat jarang curhat dan membuka diri pada teman kuliah. Susah untuk bicara hal pribadi dan saya menyadari saya memang cenderung pada sifat introvert. Teman seringkali mendapati saya sendirian di dek asrama, sekedar melihat matahari terbenam sambil mendengar lalu sendu lewat earphone. Galau abis kan? Haha. Saya melakukan ini semakin sering ketika mendekati masa lulus kuliah. Terkadang pagi-pagi saat matahari terbit pun saya ke dek asrama. Asrama saya adalah sebuah gedung berlantai 8 atau 10 ya(lupa), jadi pemandangan dek asrama begitu indah menurut saya.
Saat itu saya merasa galau karena teman-teman sedikit demi sedikit sudah meninggalkan asrama menjelang kelulusan, saya termasuk yang terakhir meninggalkan asrama. Memasuki dunia kerja cukup menakutkan untuk saya saat itu. Teman-teman yang pergi dan berpencar ke kota masing-masing, dan saya merasa memasuki dunia kerja sendirian dengan suasana yang begitu asing. (Bahkan saat ini pun saya masih ingat perasaan sendu itu).
Dan benar terjadi, memasuki dunia kerja, saya begitu tenggelam dalam kesendirian. Bersembunyi dibalik tumpukan puluhan novel-novel yang saya baca setiap malam. Dan berlembar-lembar tulisan di microsoft word yang isinya entah apa. Saat saya galau, saya tumpahkan ke sana dan beberapa buku-buku catatan. Tak lupa nonton film drama berseri-seri pun sendirian di rumah dinas. Pergi ke pasar pun sendirian dan berlama-lama di sana sekedar melihat-lihat.
Galau dan merasa tak ada teman dekat.
Alhamdulillah masa kerja hanya 1 tahun. Dan saya menikah.
Menikah menyelamatkan hidup saya, itu yang sering saya katakan. Mempunyai seorang untuk diajak bicara apa saja. Bagi saya ini adalah sebuah perubahan besar dalam hidup saya. Terlebih setelah ada anak-anak. Saya terus coba memperbaiki diri dan menjadi lebih baik.
Mungkin memang sifat introvert itu susah untuk dihilangkan. Kadang masih susah untuk mengungkapkan suatu masalah pada si suami dan saya hanya memintanya untuk memeluk saya dan memberikan semangat.
Takdir itu pasti adanya, namun perubahan itu adalah pilihan.
(Serius dikit gan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komen dong dong
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.