Kamis, 16 Mei 2019

Hidup di media sosial


Media sosial saat ini adalah dunia kedua bagi manusia. Bahkan ada yang menjadikannya dunia utama. Tempat mengupload segala kesah dan resah. Senda guraudan caci makai tumpah di sana. Tanpa ragu dan segan karena semua bisa terlindungi dengan setting privat. Kepo terus,,hina terus.Duniaku di mana. Duniaku masih di sini, di dalam kepalaku. Sulit untukku ungkapkan walau hanya di media sosial. Karena pikiranku terlalu abstrak dan tak berkesudahan. Duniaku dari dulu hingga kini. Tak pernah berubah. Kucoba untuk sesekali tuangkan isi kepala di media sosial. Tak bisa. Ia tak bisa bertahan lama. Begitu membosankan dan begitu palsu. Aku ingin yang nyata. Se-nyata media sosial sepuluh tahun lalu. Semua masih normal dan apa adanya. Begitu nyaman untukku terbuai di sana. Namun kemajuan yang ada justru membunuh ke-apa-adaaan itu. Menjadi penuh pencitraan dan kebohongan. Aku lelah jika harus mengikuti arus itu. Lelah. Aku rasa ingin kembali pada dunia yang hanya milikku sendiri. Di dalam goresan tinta di buku-buku cantik yang kubeli. Yang kembali dibaca olehku sendiri. Hanya aku dan dunia tak tahu. Rasa terasing dari semua hiruk pikuk dunia maya. Di mana ku tak punya alasan untuk menghabiskan separuh waktuku di sana. Aku butuh sendiri, butuh berpikir, butuh berkarya. Bukan mencari tahu apa yang tidak aku perlu. Buang semua yang ada bukanlah pilihan yang jua tepat. Karena kita butuh informasi. tentang semua teman yang menikah,melahirkan, pindah rumah atau jalan-jalan ke luar negeri. Dan ketika itulah aku gamang memutuskan. Karena teman masa lalu pun tak pernah menyapa, walau hanya sekedar tombol suka. Mereka jauh pergi, karena ku sudah tidak di lingkaran kehidupan mereka lagi. Jadi untuk apa media sosial ini ada? Kalau bukan untuk bertegur sapa,,lalu apa. Dan ku termenung di malam menjelang tengah, berdebat dengan ilusiku sendiri. Jika aku menghilang dari dunia ini. Akankah media sosial lalu hingar bingar? Akankah ada yang mengingat serpihan kenangan dengan diriku. Atau hanya ucapan duka yang hanya sehari saja. Karena itu pula yang kulakukan jika teman pergi menghilang. Menghilang ya menghilang. Tak ada lagi. Begitu misteri hidup yang berjalan ini. Semua sudah berarah ke jalan-jalan yang dipilih. Sampai di suatu titik, 'ini siapa' saat melihat pertemanan bertambah tanpa ingat siapa dia. Ingatan kita penuh, dan berkurang tertimpa ingatan lain. Aku, kamu dan semua perlahan akan terlupa. Jalani hari saat ini, di dunia nyata yang sebenarnya. Tak perlu kejar asa di maya. Karna hidup ada di nyata. Kejar yang nyata pun aku tak sanggup, terseok-seok dan berkeluh kesah. Tak ingin kutambah beban manusia dengan keluh-kesahku yang dibaca di media sosial. Cukup aku yang pusing, jangan kalian. Terus berkata-kata tanpa henti tentabg sesuatu yang membuatku bertanya-tanya di hari ini. Mataku sakit dan kepalaku pusing, melihat kau upload banyak hal dan aku tak ingin ketinggalan. Ingin ku taubat nasuha untuk ini. Hapus semua yang ada, agar aku kembali ke nyata. Hidup serumit itu. Media sosial se-simpel itu. Berbagai su'udzon datang silih berganti. Hoax, fitnah, mungkin kau bosan jika aku bahas ini. Tapi memang kita adalah makhluk pemakan hoax, pemakan segala berita-berita yang tak pasti. Menjadi manusia kurang jelas yang galau atas kehidupan orang lain. Hentikan aku. Taubatkan aku. Ingin ku kembali pada hari-hari lalu. Ketika semua masih normal dan apa adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen dong dong

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.